Kamis, 03 Desember 2020

Fides et Ratio [No. 1]


Fides et Ratio

On the Relationship Between Faith and Reason

By Pope John Paul II


1. In both East and West, we may trace a journey which has led humanity down the centuries to meet and engage truth more and more deeply. It is a journey which has unfolded -- as it must -- within the horizon of personal self-consciousness: the more human beings know reality and the world, the more they know themselves in their uniqueness, with the question of the meaning of things and of their very existence becoming ever more pressing. This is why all that is the object of our knowledge becomes a part of our life. The admonition Know yourself was carved on the temple portal at Delphi, as testimony to a basic truth to be adopted as a minimal norm by those who seek to set themselves apart from the rest of creation as "human beings", that is as those who "know themselves".

Moreover, a cursory glance at ancient history shows clearly how in a different parts of the world, with their different cultures, there arise at the same time the fundamental questions which pervade human life: Who am I? Where have I come from and where am I going? Why is there evil? What is there after this life? These are the questions which we find in the sacred writings of Israel, as also in the Veda and the Avesta; we find them in the writings of Confucius and Lao-Tze, and in the preaching of Tirthankara and Buddha; they appear in the poetry of Homer and in the tragedies of Euripides and Sophocles, as they do in the philosophical writings of Plato and Aristotle. They are questions which have their common source in the quest for meaning which has always compelled the human heart. In fact, the answer given to these questions decides the direction which people seek to give to their lives.

Fides et Ratio [Preface]


Fides et Ratio

On the Relationship Between Faith and Reason

By Pope John Paul II


Faith and reason are like two wings on which the human spirit rises to the contemplation of truth; and God has placed in the human heart a desire to know the truth -- in a word, to know himself -- so that, by knowing and loving God, men and women may also come to the fullness of truth about themselves (cf. Ex 33:18; Ps 27:8-9; 63:2-3; Jn 14:8; 1 Jn 3:2).


Jumat, 03 Januari 2020

Puri Batin [Ruangan Pertama, Bab 2, Pasal 8-9]

PURI BATIN
Teresa de Jesus

RUANGAN PERTAMA
BAB II


8.     Mari kita kembali ke puri yang ruangannya banyak itu. Puri itu jangan dibayangkan sebagai suatu barisan ruangan-ruangan yang berdampingan. Arahkan matamu ke pusatnya. Di situ ada ruangan besar, tempat kediaman Sang Raja. Atau coba lihat pohon palem. Sebelum sampai pada daging buah yang dapat dimakan, ada banyak sabut membungkus isi yang lezat. Begitu pula di sini. Ruangan pusat dikelilingi oleh banyak ruangan, juga di atasnya. Soal-soal batin harus selalu dilihat menyeluruh dengan kelimpahan dan keagunganNya. Kata-kata tidak pernah cukup untuk menjelaskannya. Jiwa kita memiliki kemampuan jauh lebih banyak dari pada yang kita bayangkan. Matahari yang ada di pusat ini menyinari semua ruangan.
     Seseorang yang mengusahakan doa batin sama sekali janganlah merasa dipojokkan atau sampai merasa terjepit. Bergeraklah dengan bebas dalam ruangan-ruangan ini, dari atas ke bawah dan dari kiri ke kanan, sebab Tuhan menciptakan kamu dalam keadaan mulia. Jangan memaksakan diri untuk tinggal lama-lama dalam satu ruangan saja. Ah, kecuali mengenai mengenal diri. Hal ini begitu pentingnya, hendaknya kamu mengerti maksudku, pun bagi mereka yang sudah dihantar Tuhan sampai ke ruangan kediamanNya, sehingga walaupun kamu sudah mencapai tingkat yang tinggi, tak ada sesuatu yang lebih penting. Dan biarpun kamu ingin menghentikannya, tak kau dapat. Kerendahan hati senantiasa bekerja seperti lebah yang membuat madu dalam sarangnya. Tanpa itu segala usahamu sia-sia belaka. Tapi, ingatlah bahwa lebah selalu keluar dari sarangnya untuk mengisap madu dari bunga-bungaaan. Ini dilakukan jiwa, lewat pengenalan diri. Percayalah, hendaklah sekali-sekali kamu terbang ke luar untuk memandang keagungan dan kemuliaan Tuhan. Sesudah dibebaskan dari binatang-binatang melata yang masuk ke dalam ruangan-ruangan pertama, yaitu pengenalan diri, kamu akan menyadari kekecilanmu dalam dirimu sendiri. Biarpun seperti telah kukatakan, Tuhan menunjukkan kerahiman yang besar kepada seseorang dengan pengenalan dirinya. Namun, seperti kata orang, jika dapat menghadapi yang lebih berat, dapat juga menghadapi yang lebih ringan. Percayalah, dengan kekuatan Tuhan, kita dapat menjalankan kebajikan dengan cara lebih luhur dari pada kalau kita terbelenggu pada dunia ini.
9.     Apakah keteranganku dapat dimengerti, entahlah. Mengenal diri sendiri ini begitu pentingnya sehingga saya ingin supaya di bidang ini kamu jangan menjadi kendur, bahkan pun bila kamu sudah menanjak sampai setinggi langit. Selama kita masih berpijak di bumi ini tak ada sesuatu yang lebih penting bagi kita dari pada kerendahan hati. Maka saya ulangi lagi : amatlah baik, baik sekali memasuki ruangan mengenal diri ini sebelum masuk ke ruangan-ruangan lain. Inilah jalan supaya dapat berhasil. Kalau kita dapat berjalan di dataran yang rata dan padat, mengapa kita ingin punya sayap untuk terbang? Berusahalah maju dalam kerendahan hati. Saya berpendapat kita tak pernah dapat mengenal diri sendiri kalau kita tidak berusaha mengenal Tuhan. Dengan merenungkan keagunganNya, kita menyadari ketidak murnian kita. Dengan merenungkan kerendahan hatiNya, kita sadar betapa kurang kerendahan hati kita.

-----
(Hak Cipta Biara Karmel - Lembang)