Sabtu, 21 Mei 2016

The Imitation of Christ [#7]

BOOK ONE

THOUGHTS HELPFUL IN
THE LIFE OF THE SOUL

The Seventh Chapter
AVOIDING FALSE HOPE AND PRIDE


Vain is the man who puts his trust in men, in created things.
   Do not be ashamed to serve others for the love of Jesus Christ and to seem poor in this world. Do not be self-sufficient but place your trust in God. Do what lies in your power and God will aid your good will. Put no trust in your own learning nor in the cunning of any man, but rather in the grace of God Who helps the humble and humbles the proud.
   If you have wealth, do not glory in it, nor in friends because they are powerful, but in God Who gives all things and Who desires above all to give Himself. Do not boast of personal stature or of physical beauty, qualities which are marred and destroyed by a little sickness. Do not take pride in your talent or ability, lest you displease God to Whom belongs all the natural gifts that you have.
   Do not think yourself better than others lest, perhaps, you be accounted worse before God Who knows what is in man. Do not take pride in your good deeds, for God's judgments differ from those of men and what pleases them often displeases Him. If there is good in you, see more good in others, so that you may remain humble. It does no harm to esteem yourself less than anyone else, but it is very harmful to think yourself better than even one. The humble live in continuous peace, while in the hearts of the proud are envy and frequent anger.

Source: A Kempis, Thomas. "The Imitation of Christ". Translated by Aloysius Croft and Harold Bolton. Dover Publications, Inc. 2003.

The Imitation of Christ [#6]

BOOK ONE

THOUGHTS HELPFUL IN
THE LIFE OF THE SOUL

The Sixth Chapter
UNBRIDLED AFFECTIONS


When a man desires a thing too much, he at once becomes ill at ease. A proud and avaricious man never rests, whereas he who is poor and humble of heart lives in a world of peace. An unmortified man is quickly tempted and overcome in small, trifling evils; his spirit is weak; in a measure carnal and inclined to sensual things; he can hardly abstain from earthly desires. Hence it makes him sad to forego them; he is quick to anger if reproved. Yet if he satisfies his desires, remorse of conscience overwhelms him because he followed his passions and they did not lead to the peace he sought.
   True peace of heart, then, is found in resisting passions, not in satisfying them. There is no peace in the carnal man, in the man given to vain attractions, but there is peace in the fervent and spiritual man.

Source: A Kempis, Thomas. "The Imitation of Christ". Translated by Aloysius Croft and Harold Bolton. Dover Publications, Inc. 2003.

Puri Batin [Ruangan Pertama, Bab 1, Pasal 4-9]

PURI BATIN
Teresa de Jesus

RUANGAN PERTAMA
BAB I


   4. Kedengarannya hal-hal yang dikemukakan di atas seolah-olah mustahil, dan ada baiknya kita tidak menyinggung perasaan orang-orang yang lemah. Kerugian yang diakibatkan ketidak percayaan ini tidak seberapa dibandingkan dengan bila kita gagal membantu dan mendorong mereka yang diberi anugerah ini, yang pasti akan bergembira mendengarnya. Dalam hati mereka akan ditimbulkan cintakasih yang besar akan Dia yang menyatakan kerahiman sebesar itu. Terlebih lagi, karena sekarang aku tahu, bahwa aku berbicara kepada orang-orang yang tidak demikian. Mereka tahu dan percaya bahwa Tuhan malahan memberikan bukti-bukti cintakasihNya yang jauh lebih besar lagi. Aku tahu, barang siapa tidak percaya akan hal ini, juga tidak akan mengalaminya. Bukankah Tuhan sangat berkenan kalau kita tidak membatasi karya-karyaNya? Para suster, janganlah mereka yang tidak dibimbing Tuhan melalui jalan ini berpikir seperti itu.
   5. Marilah sekarang kita kembali kepada puri kita yang amat indah dan mencoba melihat bagaimana caranya kita dapat memasukinya. Ah, seakan-akan aku mengatakan sesuatu yang bodoh sekali. Sudah jelas bahwa jiwa kita tak usah memasukinya, karena puri itu adalah diri kita sendiri. Sebagaimana juga tidak pantas berkata kepada seseorang supaya ia memasuki tempat di mana ia sudah berada. Tetapi anda mengerti bahwa kita dapat berada di suatu tempat dengan beberapa macam cara. Banyak jiwa berada di tembok sekeliling puri itu, di tempat para penjaga. Mereka merasa tidak penting untuk masuk ke dalamnya. Mereka tidak tahu gerangan yang terdapat di dalam rumah yang berharga itu, siapa penghuninya, dan berapa banyak ruangannya. Mungkin dalam buku-buku doa tertentu anda mendapat nasehat untuk mengheningkan diri. Justru itulah yang kumaksud.
   6. Baru-baru ini seorang yang amat terpelajar berkata bahwa orang-orang yang tidak menjalankan doa itu mirip suatu tubuh yang lumpuh. Kendatipun badan itu berlengan dan berkaki, namun ia tidak dapat menggunakannya. Ada jiwa yang sakit begitu parah, begitu biasa memandang barang-barang luarnya saja, sehingga tak dapat ditolong. Mereka seperti tidak mampu mengheningkan dirinya. Mereka mempunyai kebiasaan hanya berhubungan dengan binatang-binatang melata dan binatang-binatang lainnya yang berkeliaran di sekeliling puri itu, sehingga mereka sudah mirip sekali dengan binatang-binatang itu. Walaupun sebenarnya mereka amat kaya dan mampu untuk berbicara dengan Allah sendiri, namun tak dapat memperoleh pemecahan soalnya. Jika jiwa-jiwa ini tidak berusaha mengenal dan memperbaiki kehinaan, karena mereka tidak memperhatikan dirinya sendiri. Itulah yang terjadi dengan isteri Lot yang menoleh ke belakang (6).
   7. Sejauh saya dapat mengerti, pintu masuk puri ini adalah doa dan renungan tentang Tuhan. Tidak kukatakan doa batin atau doa lisan. Suatu doa yang sungguh-sungguh harus disertai renungan. Barangsiapa tidak memikirkan kepada siapa ia berbicara, apa yang dia minta, siapa yang minta itu dan kepada siapa dia minta, orang itu tidak berdoa, walaupun ia asyik menggerak-gerakkan bibirnya. Sebab walaupun kadang-kadang memang doa lisan itu merupakan doa, bahkan tanpa usaha untuk merenungkannya, maka hal itu adalah berkat saat-saat penyadaran yang sudah-sudah. Jika seseorang mempunyai kebiasaan bicara kepada Tuhan yang Maha Agung sama seperti ia bicara kepada pelayannya, tanpa memperhatikan ungkapannya yang tidak pantas, dan mengucapkan segala apa yang di bibirnya ataupun mengulangi sesuatu yang sudah dihafal, maka hal tersebut tak dapat kusebut doa. Semoga tak seorang Kristen pun berdoa seperti itu. Saya berharap agar Tuhan menolong jangan sampai ada seorang pun di antara kalian, para suster, yang berdoa seperti itu. Kalian sudah biasa sibuk dengan hal-hal yang batin. Ini baik sekali, supaya jangan berbuat yang tidak masuk akal seperti itu.
   8. Jadi kita tidak berbicara kepada jiwa-jiwa yang lumpuh ini. Jika bukan Tuhan sendiri yang datang dan memerintahkan mereka supaya bangun, seperti yang dilakukanNya terhadap pria yang sudah 30 tahun menunggu dekat tempat pemandian itu (7). Keadaan mereka itu buruk sekali dan terancam bahaya besar. Marilah kita sekarang bicara tentang orang-orang lain yang akhirnya masuk ke dalam puri itu. Walaupun amat disibukkan oleh dunia, namun mereka mempunyai keinginan-keinginan yang baik. Kadang-kadang, walaupun hanya sekali-sekali saja, mereka berdoa kepada Tuhan. Mereka memikirkan siapa mereka itu, tetapi tidak begitu teliti. Beberapa kali sebulan mereka berdoa, sambil hatinya dipenuhi seribu satu hal yang biasanya mengasyikkan mereka. Mereka amat lekat pada barang-barang itu, sebab di mana hartanya, di situ pun hati mereka berada (8). Memang kadang-kadang mereka ingat untuk melepaskan diri dari barang-barang itu. Pengenalan diri dan kesadaran bahwa mereka ada di jalan yang salah, sehingga mereka tidak menemukan pintu masuknya, sudah besar artinya. Akhirnya mereka sampai ke ruangan-ruangan pertama, yaitu ruangan-ruangan bawah. Akan tetapi semua binatang, yang ikut masuk bersama mereka, menghalangi, sehingga mereka tidak dapat menikmati keindahan puri itu dan menjadi tenang. Namun sudah besar artinya bahwa mereka sudah masuk.
   9. Putri-putriku, yang akan kukatakan ini akan terasa tidak pada tempatnya, karena berkat kebaikan Tuhan, kalian tidak termasuk golongan ini. Perlu kalian sabar, kalau tidak saya tidak dapat menerangkan bagimana saya memahami beberapa aspek batiniah tentang doa. Semoga Tuhan menolong supaya saya berhasil mengatakan barang sesuatu tentang doa. Yang hendak kuterangkan ini amat sukar dimengerti, jika belum mengalaminya. Kalau sudah mengalami anda mengerti bahwa hal itu sekurang-kurangnya harus disinggung. Semoga Tuhan, berkat kemurahanNya, berkenan melindungi kita terhadapnya.

----------
CATATAN:
(1) Yoh. 14:2
(2) Mengacu pada Kitab Amsal 8:31
(3) Keluaran 1:26-27
(4) Teresa berulang-ulang menggunakan perbandingan intan dan Puri. Di sini ia menggunakan keduanya. Sekarang ditekankan keindahannya, lain kali kekuatannya. Untuk setiap perbandingan digunakan sejumlah kata yang khas; istana, ruangan-ruangan, terang, raja, menggambarkan kekayaannya; pintu gerbang, pengawal-pengawal, perkelahian, musuh-musuh untuk mengingatkan puri dan perjuangan.
(5) Yoh. 9:2-3
(6) Kejadian 19:26
(7) Yoh. 5:2-8
(8) Mt. 6:21

-----
(Hak Cipta Biara Karmel - Lembang)

Sabtu, 14 Mei 2016

Puri Batin [Ruangan Pertama, Bab 1, Pasal 2-3]

PURI BATIN
Teresa de Jesus

RUANGAN PERTAMA
BAB I


   2. Sayang dan memalukan bahwa karena kesalahan sendiri kita tidak dapat mengerti dan tidak mengenal siapa kita. Putri-putriku, bila seseorang ditanyakan identitasnya tapi tidak mengetahuinya dan tidak tahu siapa ayah dan ibunya atau tanah airnya, bukankah orang itu membuktikan kepicikannya? Pasti bodoh sekali. Maka alangkah besar kebodohan kita kalau kita tidak berusaha untuk mengetahui identitas kita sendiri dan hanya terbatas pada tubuh saja. Kita sepintas lalu mengetahui bahwa kita mempunyai jiwa karena pernah mendengarnya dan karena hal itu diajarkan oleh iman. Akan tetapi, kekayaan yang dapat dimiliki jiwa itu, siapa yang mendiaminya, betapa berharganya, jarang-jarang saja kita ingat. Karena itu kita tidak terlalu memelihara keindahannya. Sebaliknya, kulit intan itu ataupun dinding luar puri tadi, yakni tubuh kita, menuntut seluruh perhatian kita (4).
   3. Seperti telah kukatakan, jiwa dapat kita bayangkan sebagai suatu puri yang memiliki banyak ruangan, sebagian terdapat di tingkat atas, sebagian di bawah, sebagian di sepanjang sisi kiri kanannya. Di pusatnya, di tengah-tengah ruangan lainnya, terdapat ruang utamanya, di mana terjadi hubungan yang paling mesra antara Tuhan dan jiwa kita. Untuk dapat memahami perbandingan ini hati anda harus terbuka.
   Barangkali melalui alat perbandingan ini Tuhan mau menjelaskan beberapa anugerah yang diberikannya kepada jiwa serta perbedaan anugerah-anugerah itu, sejauh yang dapat saya mengerti. Sebab jumlah anugerah itu begitu besar sehingga tak seorang pun dapat memahami semuanya itu, apalagi aku orang sehina ini. Andaikata Tuhan memberikan anugerah itu kepada anda, maka kesadaran bahwa hal yang demikian ini tidak mustahil, dapat meneguhkan anda. Andaikata tidak, anda akan memuji kemahabaikanNya. Sebab, sebagaimana memandang hal-hal surgawi seperti dinikmati mereka yang sudah ada di surga tidak merugikan kita melainkan malah menggembirakan, maka demikian pula jika kita berusaha mencapai hal yang sudah dinikmati mereka tidak akan merugikan, kalau kita menyadari bahwa Tuhan yang Maha Agung itu dapat memberikannya kepada cacing-cacing tanah yang berbau busuk di dunia ini; pun tidak akan merugikan kita kalau mencintai yang Mahabaik dan Maharahim itu.
   Saya merasa pasti bahwa barangsiapa merasa tersinggung karena mendengar adanya kemungkinan bahwa Tuhan menganugerahkan kurnia itu di dunia ini, orang itu terlalu kurang memiliki kerendahan hati dan cinta terhadap sesama. Kalau tidak, mengapa kita tidak bergembira karena Tuhan menganugerahkan kurnia itu kepada salah seorang saudara kita, karena Dia pun bebas untuk menganugerahkannya kepada kita? Mengapa tidak bersukacita karena Sri Baginda menyatakan keagunganNya entah kepada siapa saja? Sebab kadang-kadang Dia berbuat demikian hanya untuk menunjukkan keagunganNya, seperti dikatakanNya tentang orang buta yang dicelikkan matanya itu. Para Rasul lalu bertanya apakah orang ini buta karena dosanya sendiri ataukah karena dosa orang tuanya (5).
   Dapat terjadi bahwa orang yang diberi kurnia itu tidak lebih suci dari orang-orang yang tidak diberi anugerah itu. Tuhan hanya menghendaki supaya kita mengenal keagunganNya, seperti Rasul Paulus dan Santa Magdalena, agar kita memuji Dia dalam makhluk-makhlukNya.

-----
(Hak Cipta Biara Karmel - Lembang)

Senin, 02 Mei 2016

Puri Batin [Ruangan Pertama, Bab 1, Pasal 1]

PURI BATIN
Teresa de Jesus

RUANGAN PERTAMA
BAB I

Suatu perbandingan untuk membantu mengerti keelokan dan kemuliaan jiwa kita. Suatu ulasan mengenai manfaat yang kita peroleh dari menyadari anugerah-anugerah Tuhan dan doa sebagai pintu gerbang Puri Batin.

   1. Hari ini kuminta supaya Tuhan berbicara melalui diriku. Aku tak tahu apa yang harus kukatakan, atau bagaimana aku harus menjalankan tugas ini. Lalu kulihat sesuatu yang akan kukatakan dan yang dari awal mula akan menjadi dasar tulisan ini, yaitu, kita dapat memandang jiwa kita sebagai suatu puri yang dibuat dari intan tunggal atau batu hablur yang amat jernih. Di dalamnya ada banyak pelataran atau ruangan sebagaimana di surga ada banyak ruangan (1).
   Sebab, kalau kita renungkan baik-baik, para suster, jika seorang yang jujur itu tak lain dari pada suatu taman firdaus di mana Tuhan suka berdiam, demikian sabda Tuhan (2). Bagaimana seyogianya kita membayangkan suatu ruangan yang berkenan pada seorang raja yang begitu berkuasa, begitu bijaksana, begitu murni, dan memiliki segala kebaikan? Aku tak mengenal sesuatu yang dapat dibandingkan dengan keelokan dan keterbukaan suatu jiwa. Sungguh, betapa tajamnyapun akal budi kita, tidak akan dapat memahaminya, seperti juga kita tak dapat memahami Allah. DikatakanNya sendiri bahwa kita diciptakan menurut citra dan kesamaanNya (3). Nah, jika demikian halnya, dan memang demikian, maka tak ada alasan untuk berlelah-lelah karena mau memahami keindahan puri itu. Oleh karena puri itu ciptaan Allah, maka antara Dia dan puri itu ada perbedaan yang sama besarnya, seperti antara Pencipta dan makhluk ciptaan. Maka cukuplah kalau kita menyadari bahwa jiwa diciptakan Allah, maka antara Dia dan puri itu ada perbedaan yang sama besarnya, seperti antara Pencipta dan makhluk ciptaan. Maka cukuplah kalau kita menyadari bahwa jiwa diciptakan Tuhan menurut citraNya untuk dapat mengerti betapa sulitnya memahami kemuliaan dan keindahannya.

-----
(Hak Cipta Biara Karmel - Lembang)

Minggu, 01 Mei 2016

Puri Batin [Pengantar]

PURI BATIN
Teresa de Jesus

PENGANTAR

   Uraian ditulis oleh Teresa-de-Jesus, seorang rubiah Santa Perawan Maria dari Gunung Karmel, bagi sesama suster dan pengikut-pengikutnya, yakni Para Rubiah Karmel, OCD (1). Karangan disusun dalam bentuk suatu ulasan rohani, yang diberi judul Puri Batin. Tentang ulasannya pengarang menjelaskan beberapa hal berikut.
   1. Bagiku, menulis tentang doa merupakan suatu pekerjaan yang lebih berat dari banyak pekerjaan yang ditugaskan kepada saya. Pertama, Tuhan tidak memberikan inspirasi ataupun keinginan kepada saya untuk menulisnya. Kedua, sudah tiga bulan lamanya kepalaku terasa lemah sekali dan berat, sehingga menulis urusan-urusan penting sekalipun terasa amat susah.
   Tetapi karena saya sadar bahwa hal-hal yang nampaknya mustahil dapat menjadi mudah berkat ketaatan, maka saya memutuskan mau melaksanakannya dengan gembira, walaupun sebenarnya tubuhku merasa amat lemah. Sebab memang Tuhan tidak mengurniakan kebajikan yang cukup besar kepadaku sehingga saya dapat menerima dengan baik penyakit yang kuidap terus menerus. Dan saya harus berjuang dengan keras supaya dapat menjalankan semua kesibukan-kesibukan saya. Semoga Tuhanlah yang berkarya. Dia sudah membantu aku dalam hal-hal yang jauh lebih besar dari pada tugas ini. Aku percaya akan kerahimanNya.
   2. Saya merasa tidak banyak yang dapat saya tambahkan pada tulisan-tulisan saya terdahulu. Malahan saya takut bahwa hampir semuanya sama saja. Sebab saya sungguh-sungguh sama seperti burung-burung yang diajar berbicara: mereka tidak tahu lebih dari apa yang diajarkan kepada mereka ataupun yang didengar mereka.
   Jika Tuhan mau bahwa saya mengatakan suatu hal yang baru, Dia juga akan menyampaikannya kepada saya, dan bila Dia mau mengingatkan saya hal-hal yang sudah saya katakan di tempat-tempat lain, saya pun sudah merasa puas. Daya ingat saya sudah amat buruk, sehingga saya sudah akan senang kalau dapat menemukan kembali apa yang pernah kukatakan dan yang barangkali sudah hilang (2). Akan tetapi, kalaupun Tuhan tidak mengingatkan saya kembali, saya akan tetap merasa beruntung, karena demi ketaatan saya sudah bersusah payah dan sakit kepalaku bertambah, bahkan pun bila seandainya tidak ada orang yang memperoleh manfaat dari apa yang telah kukatakan.
   3. Pada hari ini, hari raya Tritunggal Mahakudus, 2 Juni 1577, saya mulai memenuhi janjiku di biara Karmel San Yose di Toledo. Sekarang saya berada di sini, dan dalam segala-galanya yang akan saya katakan, saya tunduk kepada mereka yang memberikan tugas menulis kepada saya. Mereka itu amat terpelajar. Andaikata saya mengatakan sesuatu yang tidak sesuai dengan ajaran Gereja Katolik Roma, maka itu terjadi karena kebodohanku, bukannya karena maksud jahat. Percayalah, saya selalu tunduk kepada Gereja seperti biasanya, karena kebaikan Tuhan. Terpuji dan terberkatilah kiranya Dia senantiasa. Amin.
   4. Mereka, yang menugaskan saya untuk menulis tentang doa, mengatakan bahwa perlu ada orang yang menerangkan beberapa hal mengenai doa yang masih kurang jelas bagi suster-suster Biara Santa Maria dari Gunung Karmel. Menurut pendapat mereka, seorang wanita dapat mengerti lebih baik wanita-wanita lain, dan karena wanita-wanita lain itu mencintai aku, maka mereka akan lebih terbuka bagi kata-kataku. Karena itu mereka merasa penting bahwa aku membahasnya. Karena itu saya akan membicarakan segala apa yang kutulis.
   Menurut perasaan saya, tidak masuk akal untuk berpendapat bahwa tulisan saya akan dapat bermanfaat bagi orang-orang lain. Saya merasa sudah berhasil seandainya tulisan ini dapat membantu biar satu orang saja untuk sekedar lebih memuji Tuhan. Tuhan tahu betul bahwa saya tidak mempunyai tujuan lain selain dari pada itu. Jelas kiranya, bahwa bila saya berhasil menerangkan sesuatu dengan baik, hal itu bukanlah keberhasilan saya sendiri. Tidak ada alasan untuk berpendapat lain, kecuali kalau mereka sama bodohnya dengan saya, selain dari Tuhan yang memberikannya karena kerahimanNya.

-----
Catatan:
(1)   OCD: singkatan dari Ordo Carmelitarum Discalceatorum, artinya: Ordo Karmel Tak Bersepatu.
(2)   Mengacu pada Riwayat Hidupnya yang jatuh ke tangan inkwisisi.

(Hak Cipta Biara Karmel - Lembang)

Puri Batin [Pendahuluan]

PURI BATIN
Teresa de Jesus

PENDAHULUAN

Kita terpanggil untuk memutukan hidup. Temuan-temuan teknologi yang canggih termasuk perangkat informatika telah terbukti menolong kita untuk memutukan hidup ini. Di tengah kesibukan pembangunan dan kemudahan-kemudahan yang diberikan oleh kemajuan itu kita gembira melihat berkembangnya arus kebangunan rohani di hampir semua penjuru dunia, tidak terkecuali di Indonesia. Perhatian yang semakin besar akan hal-hal bukan teknologis hasil rekayasa manusia mengingatkan kita kembali akan keluhuran manusia yang tidak terbatas pada hasil kemajuan yang dapat dijamah. Mutu akhir hidup manusia tidak terikat pada kemajuan pembangunan lahir.
   Menyokong kerangka pikir di atas, kami menyambut gembira diterbitkannya karya besar St. Teresa ini. Sementara orang berpendapat bahwa tulisan St. Teresa hanya cocok bagi mereka yang memandang dunia ini dengan sebelah mata dan tidak patut dibaca oleh mereka yang sibuk untuk memajukan hidup manusia. Pendapat itu benar kalau memang nilai manusia itu hanya ditentukan oleh majunya teknologi yang diciptakannya dan oleh banyaknya barang yang dimilikinya. Namun bila kita yakin bahwa manusia itu jauh lebih tinggi dan luhur nilainya, maka penerbitan buku ini patut dihargai sebagai upaya untuk memajukan hidup manusia seutuhnya.
   Persatuan dan kebahagiaan hidup bersama Allah Maha pencipta bukanlah hanya tujuan hidup mereka yang mengasingkan diri bertapa di puncak gunung, tetapi adalah juga tujuan hidup dan sekaligus nilai tertinggi hidup setiap orang Kristen dan semua orang yang mengimani dirinya sebagai makhluk ciptaan. Dari awal sampai akhir buku ini secara mendalam sekali mengulas hidup persatuan rohani dengan Tuhan dengan cara yang hanya dapat diutarakan oleh seorang yang pengalamannya dalam hal itu sungguh kaya dan mendalam.
   Diterjemahkan dengan bahasa yang sederhana, uraian-uraian yang pada dasarnya sangat rumit dapat diikuti dengan mudah dan dicerna sambil menimba kekayaan anugerah Tuhan yang terkandung di dalamnya. Dan bila dibaca dengan hati yang terbuka, kita akan diperkenalkan dengan suatu harta yang tidak boleh tidak memberi nilai lebih kepada hidup ini.
   Kami percaya, bahwa buku ini adalah suatu sumbangan tak ternilai kepada upaya memajukan hidup manusia seutuhnya. Dan seperti di abad-abad yang lampau, buku ini dapat pula menjadi sumber inspirasi bagi siapa saja yang tidak merasa puas hanya dengan kemajuan teknologi, betapapun canggihnya. Kami berharap buku ini akan menjadi panduan bagi mereka yang ingin menemukan nilai lebih di dalam hidup manusia. Kehidupan bersama Allah.
Semoga!
1992
Mgr. A. Djojosiswojo, pr.
Uskup Bandung
-----
(Hak Cipta Biara Karmel - Lembang)

Puri Batin [Prakata]

PURI BATIN
Teresa de Jesus

PRAKATA

St. Teresa de Jesus atau Teresa de Avila, adalah seorang mistik yang terkenal. Bukan saja di kalangan umat Katolik, melainkan tulisan-tulisannya juga dibaca oleh mereka yang beragama lain seperti Kristen, Hindu, Budha, Yogi. Pernah seorang guru Raja Yogi menemui saya, dan ternyata ia sudah membaca semua karya tulis dari Teresa. Memang, untuk mengerti ajarannya sudah teralih dalam bahasa Indonesia.
   Mengapa dalam buku ini, Teresa menggunakan gambaran sebuah PURI sebagai lambang jiwa? Beberapa unsur yang mempengaruhi dia:
   1. Teresa lahir di Avila, kota para ksatria yang seluruhnya dikelilingi sebuah benteng yang kokoh kuat, seperti dapat anda lihat pada gambar cover; seluruh kota Avila (lama) nampaknya bagaikan satu puri raksasa yang megah, yang tak mungkin tidak menarik perhatian setiap orang yang datang ke sana.
   2. Di seluruh Spanyol terdapat banyak puri-puri yang indah dan dahsyat. Di kota Avila pun masih ada puri-puri milik kaum bangsawan. Mungkin masih ada kaitannya dengan Teresa?
   Bedanya puri-puri di Spanyol dari pada yang ada di Eropa Barat, ialah di Spanyol kebanyakan dibangun di atas bukit/padas yang tinggi, sehingga tidak perlu dibuat parit yang dalam di sekelilingnya seperti di Eropa Barat itu. Karena lokasinya yang tinggi, bila ada musuh datang, cepat terlihat dan mudah ditembaki, jika berani mendekat, dari atas dapat digulingkan batu-batu besar untuk menghancurkannya.
   3. Puri-puri itu merupakan bangunan-bangunan yang paling indah dan berharga, maka Teresa membandingkan jiwa manusia dengan sebuah puri yang terbuat dari hablur/kristal, yaitu bahan yang sangat mahal.
   4. Teresa hidup dari tahun 1515-1582, sementara Spanyol mengalami masa kejayaannya. Raja memiliki kuasa yang sangat besar dalam kenegaraan maupun dalam bidang agama. Maka Raja dipakainya sebagai lambang Tuhan, Raja di Raja, yang maha kuasa, maha kaya. Teresa menggunakan sapaan Sri Baginda bagi Tuhan.
   5. Teresa mempunyai relasi pribadi dengan raja Spanyol, Philip II. Tetapi juga ia sering diminta datang ke puri-puri milik putri-putri raja, yang membutuhkan hiburannya. Sehingga ia cukup akrab dengan suasana di istana, puri-puri kediaman mereka, cara-cara penjagaannya, bahaya-bahayanya dan cara-cara mengatasinya.
   Sekedar untuk mempermudah mengikuti perjalanan melalui ruangan-ruangan dalam puri itu, dapat anda bayangkan sebuah bangunan yang sedikit mirip candi Borobudur. Dengan perbedaan, bahwa Borobudur hanya mempunyai emper, sedangkan sebuah puri mempunyai banyak sekali ruangan. Gedungnya bertingkat-tingkat sampai pada menara-menara yang amat tinggi. Ruangan raja, adalah yang terpenting, terindah, teraman, biasanya di tengah-tengah. Itu adalah pusat seluruh bangunan. Untuk keamanan ditempatkan banyak sekali pos penjagaan, terlebih di bagian luar. Pada umumnya untuk mencapai ruang raja tersebut, orang harus melalui ruangan-ruangan lain yang mengelilinginya.
   Teresa membandingkan jiwa dengan puri yang "berlantai" 7. Tiap "lantai" atau ruang itu mempunyai banyak ruangan-ruangan lagi. Sedang di ruang ketujuh itulah Raja bersemayam, jadi di lubuk jiwa kita yang terdalam. Bila orang sampai ke situ, amanlah ia, bebas dari segala bahaya, berbahagia menikmati kehadiran Raja berhadapan muka.
   Puri Batin diselesaikan di biara yang pertama didirikan Teresa, biara San Jose di Avila. Ia mulai menulis pada Pesta Tritunggal 1577 di Karmel, Toledo. Ketika memulainya, ia sangat enggan dan merasa berat sekali. Sementara mengerjakannya, ia mengalami tangannya "dikemudikan" oleh Roh Kudus, sehingga berjalan dengan amat lancar. Selesai 29 Nopember 1577, jadi memakan waktu 6 bulan saja! Padahal karya ini oleh para ahli dinilai sebagai karya mistika yang top.
   Untuk menterjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia menelan amat banyak waktu. Sebenarnya sudah selesai tahun 1982. Namun sulit sekali mendapatkan orang untuk "mengedit"nya. Maka tertunda sampai 10 tahun, Puji Tuhan, karena akhirnya dapat dicetak tahun 1992 ini. Semoga bermanfaat bagi banyak orang.
   Semua saran dan koreksi akan diterima dengan hati terbuka.

Terima kasih banyak,

(Sr. Marie Terese, OCD)
Lembang, 12 April 1992
-----
(Hak Cipta Biara Karmel - Lembang)